Sebuah penelitian menyatakan bahwa kemampuan berbicara yang bersumber pada otak mempunyai kontribusi faktor penyebab gangguan pendengaran yang dialami oleh golongan lanjut usia. Hal ini berdasarkan penelitian terbaru dari para peneliti di Universitas Maryland.
Para peneliti melakukan pemeriksaan terhadap 23 relawan dewasa yang memiliki pendengaran normal secara klinis. Peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: kelompok dengan usia rata-rata sekitar 22 tahun dan kelompok dengan usia rata-rata 65 tahun. Penelitian tersebut dilaksanakan dengan menggunakan uji tes pidato dalam tingkat kebisingan tertentu. Kemudian para peneliti menghitung kemampuan peserta dalam memahami pidato baik di dalam keadaan tenang ataupun di lingkungan yang lebih bising dengan menggunakan lebih dari satu orang yang berbicara. Para relawan juga menjalani 2 kali proses scanning yang bertujuan untuk mengukur aktivitas listrik dalam otak bagian tengah dan korteks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para kelompok lansia mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi dalam memahami pidato dalam lingkungan tenang maupun lingkungan yang lebih bising. Selain itu, para lansia juga memerlukan lebih banyak waktu dalam memproses beberapa isyarat. Seperti akurasi dalam berbicara serta mendapatkan nilai hasil yang lebih rendah pada tes pemahaman mengenai isi dalam percakapan/pidato tersebut.
Para peneliti juga melaporkan bahwa proses defisit saraf pada otak bagian tengan dan korteks merupakan akibat dari proses penuaan.
Menurut abstrak penelitian, penemuan tersebut menunjukkan bahwa ketidakmampuan otak yang sudah mengalami penuaan mempunyai ketidakmampuan dalam menafsirkan beberapa sinyal suara dalam lingkungan yang berbeda. Hal tersebut memberikan kontribusi faktor penyebab gangguan pendengaran yang menyebabkan para lansia mengalami penurunan kemampuan dalam pendengaran di volume tertentu. Studi ini dipublikasikan secara online pada tanggal 7 september di dalam “Journal of Neurophysiology”.
Selain itu, dalam sebuah penelitian yang lain menyatakan bahwa peningkatan kesadaran dan intervensi yang ditargetkan dengan baik dapat membantu untuk melindungi pekerja dari gangguan pendengaran atau tinnitus. Hal ini disebutkan dalam sebuah studi terbaru oleh NIOSH.
Beberapa Penelitian Mengenai Faktor Penyebab Gangguan Pendengaran
Peneliti telah menganalisis data nasional yang berkaitan dengan kondisi pendengaran para pekerja yang sudah terpapar dengan kebisingan suara dan pekerja yang tidak terpapar oleh kebisingan suara.
Para peneliti kemudian menemukan beberapa kunci penting dalam penemuannya, yaitu:
- Pekerja yang bekerja dalam bidang pertanian, kehutanan, perikanan dan perburuan akan menghadapi “resiko signifikan yang lebih tinggi” dalam kesulitan mendengar yaitu: tinnitus.
- Para pekerja yang bekerja dalam pabrik mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk tinnitus dan kesulitan mendengar.
- Pekerja yang bekerja dengan menggunakan kekuatan fisik seperti pekerjaan sosial akan menghadapi resiko yang lebih tinggi dalam kesulitan mendengar.
- Para pekerja yang bekerja dalam bidang ahli teknik atau arsitektur menghadapi resiko yang lebih tinggi untuk terkena tinnitus.
Tinnitus adalah gangguan suara yang dihasilkan oleh sumber luar, seperti kebisingan. Tinnitus adalah kebisingan yang bersifat subjektif artinya hanya orang yang menderita tinnitus yang dapat mendengarkan kebisingan tersebut. Bentuk suara dari tinnitus adalah suara yang mendengung dengan nada tinggi.
NIOSH menyatakan bahwa 23% dari pekerja yang sudah terpapar kebisingan mengalami kesulitan mendengar. Dibandingkan dengan 7% dari pekerja yang telah mengalami kesulitan mendengar meskipun tidak terpapar kebisingan saat bekerja. Di antara mereka yang terkena paparan kebisingan saat bekerja, 15% memiliki gangguan tinnitus dan 9% mengalami tinnitus dengan kesulitan mendengar.